2015, Seluruh Penduduk Dapat Akses Air Limbah Yang Aman

sigerus
0
Penyediaan prasarana dan sarana sanitasi (air limbah, persampahan dan drainase) merupakan prioritas pemerintah Indonesia, karena sektor sanitasi merupakan salah satu target yang harus dicapai dalam Millenium Development Goals (MDGs), yaitu mengurangi separuh penduduk yang belum mendapatkan akses air limbah yang aman dan berkelanjutan pada tahun 2015.

Demikian dikatakan oleh Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman (PPLP) Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Djoko Mursito saat membacakan sambutan Direktur Jenderal CK, di Jakarta (4/7).

Ditjen Cipta Karya bekerja sama dengan Water and Sanitation Program (WSP) - World Bank, Indonesia Urban Water Sanitation and Hygiene (IUWASH), dan Urban Sanitation Development Program (USDP) menyelenggarakan Sarasehan Pengelolaan Lumpur Tinja.

Saat ini hanya 0,5 persen dari total penduduk Indonesia yang pengelolaan air limbahnya dilayani dengan sistem terpusat. Menurut data BPS 2011, mayoritas masyarakat Indonesia masih menggunakan prasarana air limbah setempat, dengan persentase akses terhadap sanitasi yang layak sebesar 55,60%

“Masyarakat masih belum memiliki tangki septik yang memenuhi syarat, salah satunya adalah kedap air. Tangki septik yang dimiliki lebih dari separuh populasi di Indonesia memerlukan penyedotan lumpur tinja secara teratur setiap 2-3 tahun yang tentunya akan memerlukan tersedianya prasarana dan sarana pengelolaan lumpur tinja di tiap kota dan kabupaten,” tutur Djoko.

Penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan lumpur tinja mencakup penyediaan truk tinja dan penyediaan prasarana pengolahan lumpur tinja yang biasa dikenal sebagai Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) harus didukung dan dilengkapi dengan adanya institusi pengelola serta regulasi pendukung yang sesuai dengan kondisi masing-masing kota/kabupaten.

Saat ini, tercatat sebanyak 134 IPLT di 134 Kota/Kabupaten di Indonesia yang telah memiliki IPLT, 37 IPLT telah dilakukan rehabilitasi dan 9 IPLT merupakan pembangunan baru dilakukan dalam kurun waktu antara tahun 2006 hingga 2013. Namun, kurang dari 10 persen dari total IPLT tersebut yang berjalan secara optimal, baik dilihat dari aspek teknis maupun non teknisnya. Hal tersebut disebabkan desain IPLT yang melebihi kapasitas, kurang atau bahkan tidak adanya lumpur tinja yang masuk ke IPLT untuk diolah, Kelembagaan sudah ada namun fungsi regulator dan operator belum terpisah, dan anggaran daerah untuk mendukung pengelolaan lumpur tinja masih minim.

“Pemerintah Kota dan Kabupaten merupakan ujung tombak penentu keberhasilan dalam kegiatan pengelolaan lumpur tinja ini, namun peran Pemerintah Pusat dan lembaga – lembaga terkait baik lembaga pemerintah maupun non pemerintah dalam memberikan dukungan dengan terus mengembangkan opsi-opsi pengelolaan lumpur tinja dan komponen penunjangnya juga tidak kalah pentingnya,” ujar Djoko. (dnd)

sumber : http://www.pu.go.id


Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)