Direktorat Jenderal Cipta Karya mentargetkan 123 kabupaten/kota peserta Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) sudah menyusun dokumen perencanaan teknis berupa Buku Putih Sanitasi (BPS) dan Strategi Sanitasi Kota (SSK). Selain itu, pada tahun ini pula sebanyak 109 kabupaten/kota lanjutan program tersebut akan menyusun dokumen Memorandum Sanitasi (MPS). Sehingga total Kabupaten/Kota yang serius membangun sanitasi melalui Program PPSP tahun 2013 adalah 232 kabupaten/kota yang tersebar di 32 Provinsi di Indonesia.
“Penyusunan dokumen perencanaan sanitasi berupa BPS, SSK dan MPS ini merupakan tanggung jawab Kabupaten/Kota. Hal ini dikarenakan pemerintah daerah lah yang paling mengetahui kebutuhan pembangunan sanitasi di daerahnya, bukan pemerintah Provinsi atau Pemerintah Pusat,” papar Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman (PPLP) Ditjen Cipta Karya, Djoko Mursito, saat membuka pelatihan Kelompok Kerja (Pokja) Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk Program PPSP, di Bandung (8/4).
Peserta pelatihan adalah Pokja Provinsi dan Pokja Kabupaten/Kota Program PPSP TA. 2013 di Regional II, yang terdiri dari 9 Provinsi yaitu Lampung, Bangka Belitung, Kep. Riau, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan Kalimantan Barat serta diikuti oleh 65 Kab/Kota dari 9 Provinsi tersebut.
Lebih lanjut disampaikan Djoko, Dokumen BPS, SSK dan MPS merupakan dokumen milik Kabupaten/Kota, namun dokumen ini tidak hanya akan dimanfaatkan oleh Kabupaten/Kota saja melainkan dapat pula dimanfaatkan oleh pihak lain mulai dari pihak Provinsi, Pusat, Swasta maupun lembaga donor.
“Dengan melihat BPS, SSK dan MPS, pihak investor dapat mengetahui kebutuhan pembangunan sanitasi di suatu daerah, sehingga pihak investor dapat melihat investasi pembangunan sanitasi di daerah,” ungkap Djoko.
Sampai dengan saat ini, beberapa program sanitasi yang dicanangkan oleh pemerintah mensyaratkan adanya dokumen SSK yang berkualitas, sebagai contoh program SANIMAS (donor IDB), program USRI atau Urban Sanitation and Rural Infrastructure (donor ADB), Hibah Air Limbah dan lain-lain. Dengan sudah dimilikinya SSK, Kabupaten/Kota sudah memiliki rencana pembangunan sanitasinya. Dengan demikian implementasi kegiatan akan lebih mudah dilaksanakan.
Pelatihan tersebut menyasar Pokja yang terdiri dari beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait sanitasi. Tugas Pokja Sanitasi cukup berat, keberhasilan pembangunan sanitasi di daerah bergantung pada Pokja Sanitasinya.
“Apabila Pokja Sanitasi mampu menghasilkan dokumen yang berkualitas serta mampu mengawal program dan kegiatan yang sudah tertuang di dalam dokumen tersebut, kami optimis pembangunan sanitasi di daerah dapat berjalan dengan sukses,” pungkas Djoko. (bcr)
“Penyusunan dokumen perencanaan sanitasi berupa BPS, SSK dan MPS ini merupakan tanggung jawab Kabupaten/Kota. Hal ini dikarenakan pemerintah daerah lah yang paling mengetahui kebutuhan pembangunan sanitasi di daerahnya, bukan pemerintah Provinsi atau Pemerintah Pusat,” papar Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman (PPLP) Ditjen Cipta Karya, Djoko Mursito, saat membuka pelatihan Kelompok Kerja (Pokja) Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk Program PPSP, di Bandung (8/4).
Peserta pelatihan adalah Pokja Provinsi dan Pokja Kabupaten/Kota Program PPSP TA. 2013 di Regional II, yang terdiri dari 9 Provinsi yaitu Lampung, Bangka Belitung, Kep. Riau, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan Kalimantan Barat serta diikuti oleh 65 Kab/Kota dari 9 Provinsi tersebut.
Lebih lanjut disampaikan Djoko, Dokumen BPS, SSK dan MPS merupakan dokumen milik Kabupaten/Kota, namun dokumen ini tidak hanya akan dimanfaatkan oleh Kabupaten/Kota saja melainkan dapat pula dimanfaatkan oleh pihak lain mulai dari pihak Provinsi, Pusat, Swasta maupun lembaga donor.
“Dengan melihat BPS, SSK dan MPS, pihak investor dapat mengetahui kebutuhan pembangunan sanitasi di suatu daerah, sehingga pihak investor dapat melihat investasi pembangunan sanitasi di daerah,” ungkap Djoko.
Sampai dengan saat ini, beberapa program sanitasi yang dicanangkan oleh pemerintah mensyaratkan adanya dokumen SSK yang berkualitas, sebagai contoh program SANIMAS (donor IDB), program USRI atau Urban Sanitation and Rural Infrastructure (donor ADB), Hibah Air Limbah dan lain-lain. Dengan sudah dimilikinya SSK, Kabupaten/Kota sudah memiliki rencana pembangunan sanitasinya. Dengan demikian implementasi kegiatan akan lebih mudah dilaksanakan.
Pelatihan tersebut menyasar Pokja yang terdiri dari beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait sanitasi. Tugas Pokja Sanitasi cukup berat, keberhasilan pembangunan sanitasi di daerah bergantung pada Pokja Sanitasinya.
“Apabila Pokja Sanitasi mampu menghasilkan dokumen yang berkualitas serta mampu mengawal program dan kegiatan yang sudah tertuang di dalam dokumen tersebut, kami optimis pembangunan sanitasi di daerah dapat berjalan dengan sukses,” pungkas Djoko. (bcr)